Wasekjen PB PGRI: Indonesia Darurat Kekurangan Guru

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah membuka formasi PNS. Guru jangan hanya dijadikan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Demikian penegasan yang disampaikan oleh Ketua Umum PB PGRI Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd dalam refleksi akhir tahun 2021, Rabu (29/12/2021).

Pewarta: Adam Gumelar | Editor : Nurul Ikhsan

Kuninganpos.com – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah organisasi profesi wadah berkumpulnya para guru di Indonesia. Sejak berdiri pada 25 November 1945 yang juga diperingati sebagai Hari Guru Nasional, PGRI telah mewujud menjadi organisasi besar, yang dalam kiprahnya tak henti memperjuangkan profesi guru dan anggotanya.

Transformasi PGRI menjadi organisasi modern dan terbuka juga memberi pengaruh besar terhadap berjalannya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, selain juga ikut aktif berkontribusi dalam proses merancang sistem pendidikan nasional. Namun PGRI terus saja dihadapkan dengan permasalahan paling krusial yaitu persoalan status kepegawaian anggotanya para guru yang masih berstatus guru honorer.

PGRI dengan tegas mendorong pemerintah untuk membuka formasi PNS dan mengangkat guru yang masih berstatus honorer menjadi PNS. PGRI juga meminta guru jangan hanya dijadikan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Jurnalis Kuninganpos.com dari Kantor Berita Kuningan berkesempatan mewawancara Wasekjen PB PGRI, yang juga menjabat Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS), Dudung Abdul Kodir Jaelani beberapa waktu lalu di Saung Kopi Hawwu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (19/2/2022).

Bisa dijelaskan sekilas program strategis PB PGRI di tahun 2022?

Di tahun 2022, PB PGRI sudah merancang program, tapi belum disahkan di tingkat nasional, karena penyelenggaraan Konkernas terganjal pandemi dan kebijakan pemberlakuan PPKM di Jakarta dan di Jogyakarta. Jadi kami sementara ini menunda Konkernas ke-2.

Tetapi secara umum kami sudah menyusun program luar biasa. Pertama, melakukan transformasi organisasi, mulai dari penguataan sistem pengemembangan organisasi profesi, kemudian meningkatkan kompetensi seluruh guru di Indonesia dengan digitilasi, yaitu digitalisasi program dan digitalisasi pembelajaran.

Kedua, PGRI pun sadar bahwa tanpa langkah kedua yakni setelah sistem dikuatkan itu bagaimana kita bertransformasi secara kultur budaya. Ini yang akan menguatkan kita setelah sistem kuat budayanya, sumber dayanya dari mulai pengurus, kemudian para anggota dan steakholder pendidikan dapat berjalan secara berkesinambangungan. Konsep pendidikan nasional lebih dibumikan, dan lebih mengutamakan kepentingan nasional, yakni capaian tujuan pendidikan nasional itu sendiri.

Ketiga, setelah kultur budaya dibangun bagaimana kita mendorong kebijakan-kebijakan pemerintah, (arah) kebijakan-kebijakan PGRI yang berorientasi bagaimana mengembangkan mutu, dan membangun tujuan utama. Jadi, setiap program yang dilaksanakan bukan kepada project oriented, tapi goal oriented, itu mungkin yang akan kita kembangkan.

Seperti apa kongkrit PB PGRI dalam memperjuangkan status guru honorer menjadi ASN, dimana isu ini selalu mengemuka, khususnya di daerah?

Kita sudah memperjuangkan bagaimana para guru honor itu ditingkatkan statusnya. Pertama, para guru honor itu dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan. Kita menghimbau kepada pemerintah pusat untuk memberikan upah, minimal upah minimum daerah. Daerah (Pemda) juga harus berkontribusi, karena dalam membangun pendidikan, kewajiban pemerintah adalah melindungi para guru, baik melindungi dalam tugas dan melindungi kesejahteraan.

Nah, kami mengusulkan ketika tahun 2018/2019 mereka yang usianya diatas 36 tahun karena tidak bisa ikut tes CPNS, berikan ruang kepada mereka menjadi PPPK, dan PPPK ini harus khusus diberikan kepada guru honor yang sudah mengabdi yang usianya diatas 36 tahun. Memang betul, tahun 2019 adalah mereka-mereka yang usianya lanjut (sudah) di angkat, dan alhamdulilah sukses.

Kadua, terangkat (menjadi PNS) hampir 90%. Tetapi masih banyak guru-guru kita tertinggal yang usianya diatas 36 tahun, dan mereka setiap tahun tidak akan bisa ikut tes CPNS diberi ruang oleh PGRI diusulkan untuk mengikuti tes PPPK. Tetapi ternyata pemerintah membuka ruang itu semua, dari yang mulai lulus ikut tes dari guru swasta juga ikut tes, sehingga mereka yang usianya sudah lanjut bisa bersaing dengan anak-anak muda, dan secara kompetensi pengetahuan mereka (usia muda) pasti dijamin kalah.

Akhirnya mengusulkan afirmasi (bonus Nilai Ambang Batas (NAB). Afirmasi pun tidak optimal, karena harusnya afirmasinya minimal 70%, jadi mereka yang diatas 5-10 tahun afirmasinya 60% atau 70%, baru akan mendukung semua, atau semua di nilai dimulai dari linieritas berapa poin bobotnya, kemudian masa kerja 0-5 dan 6-10 tahun ada berapa, jadi ada poinnya semua.

Kemudian nilai kinerja mereka melaksanakan poinnya berapa, bobotnya berapa, baru nilai tes, baru itu berkeadilan. Kalau hari ini dinilai pengetahuannya saja, yakin mereka terkalahkan atau tersingkirkan, sehingga kami pun di tahun 2022 ini berusul untuk para guru honor segera di angkat menjadi PPPK dengan afirmasi penuh.

Mudah-mudahan bisa di dengar oleh pemerintah, karena di tes yang pertama hanya 173 lebih, sementara masih terdapat lebih dari 3.000 guru. Kedua, kurang lebih 100-200 orang kita belum tahu. Jadi, janji pemerintah 1 juta guru ini ya sangat jauh dari harapan. Padahal di tahun 2021 menteri gembar-gemborkan 1 juta guru. Yang saya khawatirkan uang-nya ada enggak, karena ternyata sekarang Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan Nasional mengembalikan ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU), ini menjadi persoalan.

Jadi sebenarnya pemerintah itu punya uang apa tidak, jangan sampai gonjang-ganjing memberi angin surga kepada guru-guru honor untuk jadi PPPK, sementara anggarannya tidak ada. Tapi mudah-mudahan kita berbaik sangka. Mudah-mudahan di 2022 ini terselesaikan di tahun 2023, dan kita tidak mengenal lagi guru honor. Sebab hanya di Indonesia yang mengenal guru honor. Kita, di dunia internasional, ketika dalam pertemuan education international hanya mendengar di Indonesia (ada guru honor), dan mereka tersenyum tertawa, sedikit menertawakan Indonesia, kok di Indonesia ada guru honor. Harusnya ketika ada yang pensiun langsung angkat (guru honor jadi PNS), kita (pemerintah) moratorium lebih dari 12 tahun.

Bagaimana tanggapan PB PGRI perlunya regulasi rekrutmen PPPK bagi guru honor non katagori sebagai solusi sesuai amanat PP Manajemen PPPK?

Kalau menurut saya sih transformasi tata kelola guru, ya itu tadi, kuatkan sistem bagaimana mereka harus melihat pemetaan, dan sekarang secara real kalau kita hitung 60-80 ribu setiap tahun.

Sekarang logikanya, kalau hampir 10-12 tahun, berarti kan kita kekurangan kurang lebih 1 juta guru, dan menurut data balitbang pun tepat bahwa guru honor hampir 1,6 juta. Artinya, hari ini yang melakukan sebuah pengabdian kepada bangsa dan negara siapa? ya guru honor. Guru PNS hanya 1,3 juta ini data balitbang, artinya real kita darurat kekurangan guru. Kalau darurat kekurangan guru, kita jangan pakai konsep ideal. Hari ini di masa darurat Covid-19, darurat kekurangan guru tapi penyeleksian menggunakan sistem ideal ya nggak bisa.

Harapan ke depan, saya komitmen di Komisi X DPR RI sehingga saya teriak terkait pernyataan guru honor sudah tegas. Pertama, jelas bahwa pemerintah harus segera memperhatikan guru honor yang sudah mengabdi 5-10 tahun ke atas dinaikan statusnya untuk menjadi CPNS atau PPPK, apapun alasannya yang memenuhi syarat administratif.

Kedua, kalaupun mereka tidak mendapatkan jatah PPPK atau CPNS berikan kesejahteraan dari pemerintah minimal 2 juta rupiah di seluruh Indonesia. Insentif sebagai sebuah proses penghargaan bagi guru, itu yang akan membuat mereka merasa dihargai pemerintah, dan sebagai bukti bahwa mereka sudah berdedikasi kepada pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Jadi itu yang kami inginkan dari pemerintah.

Bagaimana pendapat Bapak dengan banyaknya jumlah guru honorer dan terus bertambah, harus ada penanganan, karena kalau tidak bisa jadi bom waktu dan menyulitkan pemerintah nanti?

Saya mendorong pemerintah agar fokus pada penyelesaian, gak usah ngutik-ngutik kurikulum, gak usah ngutik-ngutik yang lain, gak usah dengan program guru penggerak, sekolah penggerak, kepala sekolah penggerak, yang menghasilkan kurang lebih 8,6 triliun tapi belum tentu berhasil.

Tapi kalau pemerintah memberikan sebuah perhatian kepada guru-guru honor, saya yakin guru-guru honor akan bersemangat, semakin berdedikasi, dan semakin berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi kuncinya, pemerintah fokus bagaimana menyelesaikan kekurangn guru di republik yang kita cintai ini.

By Adam Gumelar

Tinggalkan Balasan