Peluang Agribisnis di Sektor Perikanan: Tantangan dan Strategi


oleh Amtool Nur
Mahasiswi Jurusan Agribisnis, Fakuktas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Jakarta

Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian penting dalam upaya Indonesia mewujudkan kedaulatan pangan dan pertumbuhan ekonomi inklusif yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan potensi lestari perikanan tangkap laut sekitar 12,01 juta ton per tahun menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia memiliki peluang strategis untuk menjadikan sektor perikanan sebagai lokomotif ekonomi nasional.

Sektor ini tidak hanya menyediakan protein hewani yang vital bagi masyarakat, tetapi juga membuka peluang kerja bagi sekitar 16,42 juta orang yang bergantung langsung pada kegiatan perikanan dan kelautan.

Subsektor perikanan menempati posisi strategis dalam agribisnis karena memiliki pertumbuhan positif meskipun di tengah tekanan global. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk perikanan Indonesia pada tahun 2025 mencapai USD 6,25 miliar, naik dari tahun sebelumnya, dengan komoditas utama yaitu Udang, Tuna, Kerapu, Kakap, Tenggiri, Tilapia, Cephalopoda (squid, octopus, cuttlefish), Daging kepiting ranjungan, Kepiting, Rumput laut, Teripang, Lobster.

Permintaan akan produk perikanan terus meningkat seiring bertambahnya populasi dunia, kesadaran terhadap makanan sehat, serta preferensi masyarakat urban terhadap sumber protein rendah lemak dan bernutrisi tinggi. Fenomena ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasarnya, baik dalam ekspor langsung maupun melalui diversifikasi produk olahan seperti fillet ikan, surimi, atau pakan hewan berbasis laut. Namun, potensi tersebut masih belum tergarap optimal karena berbagai tantangan yang kompleks. Sebagian besar nelayan Indonesia tergolong nelayan kecil dengan alat tangkap tradisional, keterbatasan modal, serta rendahnya akses terhadap teknologi dan pasar.

Masih banyak daerah pesisir yang belum memiliki fasilitas pendingin atau cold storage, sehingga ikan hasil tangkapan cepat rusak sebelum sampai ke pasar. Misalnya, di Maluku dan Papua yang merupakan lumbung perikanan nasional, infrastruktur logistik yang lemah menyebabkan distribusi hasil perikanan tidak efisien, memengaruhi daya saing dan harga jual. Produk perikanan Indonesia juga sering gagal menembus pasar ekspor karena tidak memenuhi standar mutu internasional, seperti sertifikasi HACCP, traceability, atau ketentuan sanitary and phytosanitary (SPS).

Di sisi lain, sistem pembiayaan untuk sektor perikanan masih belum berpihak pada nelayan kecil. Lembaga keuangan konvensional masih menganggap sektor ini sebagai sektor berisiko tinggi, dengan tingkat kegagalan tinggi akibat fluktuasi cuaca, pasar, dan hasil tangkapan. Banyak nelayan yang akhirnya bergantung pada rentenir atau tengkulak, yang justru menjerat mereka dalam lingkaran utang. Hal ini semakin diperparah dengan kelemahan kelembagaan nelayan, seperti koperasi yang belum profesional, serta rendahnya literasi keuangan dan kewirausahaan.

Produk-produk perikanan juga sangat tergantung pada penanganan pasca-panen yang efisien. Sebagai contoh, ikan tuna yang diekspor ke Jepang harus memiliki suhu inti maksimal 0°C dan penanganan higienis dari laut hingga pelabuhan. Namun, masih banyak pelabuhan perikanan di Indonesia yang belum memiliki rantai dingin (cold chain) terpadu. Hal ini menyebabkan kerugian pasca-panen bisa mencapai 30% hingga 40%, suatu angka yang sangat besar dalam konteks ketahanan pangan dan efisiensi produksi. Selain itu, praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti penggunaan bom dan sianida, masih ditemukan di beberapa daerah, merusak ekosistem terumbu karang dan menurunkan produktivitas perikanan jangka panjang.

Globalisasi juga membawa tantangan berupa persaingan produk dari negara lain yang lebih siap dan efisien, seperti Vietnam, Thailand, dan India. Negara-negara ini telah memanfaatkan teknologi modern seperti smart aquaculture, blockchain dalam traceability, hingga pemasaran berbasis digital. Sementara itu, Indonesia masih tertinggal dalam penerapan teknologi ini secara luas, terutama di kalangan pembudidaya kecil. Padahal, dengan luasnya wilayah perairan dan keberagaman hayati laut, Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam inovasi perikanan tropis jika mampu memadukan kearifan lokal dengan teknologi maju. Untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan strategi yang komprehensif dan inklusif.

Pengembangan agribisnis perikanan harus mencakup seluruh rantai nilai, dari produksi, pasca-panen, distribusi, hingga pemasaran. Pemerintah perlu memperkuat kelembagaan ekonomi nelayan melalui pendampingan koperasi, integrasi dengan BUMDes, serta pelatihan manajemen usaha. Pembangunan infrastruktur logistik seperti pelabuhan modern, pabrik es, cold storage, dan transportasi laut terjadwal juga harus menjadi prioritas, terutama di wilayah timur Indonesia yang kaya hasil laut namun miskin fasilitas.

Penting pula untuk menciptakan ekosistem pembiayaan yang ramah bagi sektor perikanan. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perikanan dengan bunga rendah harus diperluas dan disosialisasikan dengan baik. Asuransi perikanan yang menjamin risiko gagal panen akibat cuaca atau penyakit juga harus diperluas cakupannya. Selain itu, investor swasta perlu diberi insentif untuk menanamkan modal di sektor ini, dengan menjadikannya sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) atau investasi berbasis dampak (impact investment).

Digitalisasi sektor perikanan menjadi salah satu kunci transformasi. Aplikasi e-commerce seperti Aruna, FishLog, atau eFishery telah membuktikan bahwa nelayan dan pembudidaya bisa terhubung langsung dengan pasar nasional dan global melalui teknologi. Pelatihan penggunaan Internet of Things (IoT), sistem informasi geografis (GIS) untuk zonasi tangkap, hingga pelacakan kapal (vessel monitoring system) perlu diperluas untuk menciptakan perikanan yang modern dan berkelanjutan. Generasi muda pun harus dilibatkan secara aktif, baik sebagai inovator, teknokrat, maupun pelaku usaha, agar regenerasi sektor ini tidak terhenti.

Sektor perikanan Indonesia memiliki masa depan yang cerah jika dikelola secara optimal dan berkelanjutan. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia memiliki kekayaan laut yang sangat melimpah, mulai dari ikan pelagis hingga spesies laut bernilai tinggi seperti tuna, lobster, dan rumput laut. Potensi ini memberikan peluang besar bagi sektor perikanan untuk menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.

Dengan ketersediaan sumber daya alam yang luar biasa dan permintaan pasar domestik maupun internasional yang terus meningkat, sektor perikanan memiliki posisi strategis untuk dikembangkan sebagai fondasi dari ekonomi biru yakni sistem ekonomi yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya laut secara inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Peningkatan produktivitas dan nilai tambah hasil perikanan, jika dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan pelestarian, akan membawa manfaat ekonomi yang luas serta menjaga kelangsungan ekosistem laut. Namun demikian, sektor ini tidak lepas dari tantangan serius.

Isu seperti penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), degradasi lingkungan laut, perubahan iklim, hingga keterbatasan teknologi dan akses pasar masih membayangi masa depan perikanan nasional. Oleh karena itu, upaya pengelolaan sektor perikanan harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh, melibatkan kerja sama lintas sektor: pemerintah, swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga komunitas nelayan. Dibutuhkan pula dukungan kebijakan yang kuat dan tepat sasaran, termasuk penguatan regulasi, insentif untuk praktik perikanan berkelanjutan, serta investasi di bidang riset dan pengembangan.

Masyarakat pesisir, yang merupakan garda terdepan dalam sektor ini, memegang peran vital. Mereka harus diberdayakan melalui peningkatan akses terhadap pendidikan, pelatihan teknis, informasi pasar, teknologi perikanan modern, dan permodalan yang adil. Pendekatan yang berbasis komunitas dan memperhatikan kearifan lokal akan memperkuat kapasitas mereka untuk menjadi pelaku utama dalam transformasi sektor perikanan yang tangguh dan mandiri.

Dengan strategi pembangunan perikanan yang tepat, perikanan tidak hanya menjadi sektor ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan kedaulatan maritim bangsa Indonesia. Ia mencerminkan jati diri kita sebagai negara kepulauan dan bangsa bahari. Melalui pengelolaan yang adil, transparan, dan berkelanjutan, sektor ini bisa menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang, sekaligus kontributor penting dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional yang inklusif dan berwawasan lingkungan.

By Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Berita Menarik Lainnya