Pewarta : Jamaludin Al Afghani | Editor : Nurul Ikhsan
Kuninganpos.com – Seleksi paper dan jurnal yang akan dipresentasikan pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-22 sudah selesai. Panitia telah menetapkan 140 paper dan 10 jurnal yang akan terlibat dalam even akademisi pengkajian Islam internasional ini di Surabaya, 2 – 5 Mei 2023.
Untuk paper terpilih, panitia akan menanggung biaya akomodasi dan konsumsinya. Sedang untuk jurnal, selain akomodasi dan konsumsi, ditanggung juga biaya transportasi. Sebanyak 140 paper akan dipresentasikan dalam 35 panel diskusi. Ditambah 10 panel jurnal, total ada 45 panel diskusi yang akan belangsung dalam tiga sesi pararel.
BACA JUGA : Manasik Jemaah Haji di KUA Dimulai Setelah Idulfitri
“AICIS ke-22 tahun 2023 mengangkat tema ‘Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace’,” terang Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ahmad Zainul Hamdi di Jakarta, Selasa (18/4/2023).
Menurut Zainul Hamdi yang juga akrab disapa Inung, para cendekiawan dan ulama ditantang untuk menggali dan mengungkap fleksibilitas dan relevansi ajaran Islam di tengah gelombang era Masyarakat 5.0. Oleh karena itu, Al-Qur’an dan As-Sunnah perlu ditafsirkan kembali dalam pendekatan kontekstual dan relevan oleh para ahli fuqaha dan ahli hukum Islam terkait pertanyaan dan kebutuhan Islam kontemporer serta kemanusiaan universal dalam masyarakat global.
BACA JUGA : Teken Kerja Sama dengan Kemenag, Saudia Airlines Angkut 101.809 Jemaah Indonesia
“AICIS 2023 sangat strategis untuk merespon kebutuhan tersebut, dengan mengkontekstualisasikan kembali Fiqh untuk kemanusiaan dan perdamaian yang berkelanjutan,” tegasnya.
AICIS dilaksanakan sebagai wadah para pakar dan akademisi untuk diskusi intensif dengan tidak hanya berbasis pengetahuan akademik saja namun juga berangkat dari kasus-kasus di lapangan terkait dengan isu-isu fiqh dan hukum Islam. Perdebatan dalam isu-isu fiqh kekinian akan dikaji dan dipaparkan dalam konteks perkembangan umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman. AICIS 2023 juga memberi kesempatan untuk membuktikan kebutuhan dan perubahan fiqh dalam menghadapi perubahan masyarakat postmodern. Ini juga untuk menunjukkan bahwa semua mazhab fiqh terkemuka yang berkembang di dunia Islam saat ini perlu ditinjau kembali, ditafsirkan kembali, dan dikontekstualisasikan kembali.
“AICIS 2023 bertujuan mengembangkan perspektif dan merumuskan konsep baru fiqh terkait kemanusiaan universal dan perdamaian global. Juga, mempromosikan best practices keberagamaan di Indonesia pada kemanusiaan universal dan perdamaian global,” paparnya.
Kasubdit Akademik Diktis Abdullah Faqih menambahkan, AICIS 2023 didesain dalam tiga format kegiatan. Pertama, testimoni yang disediakan pada awal konferensi untuk para korban dari kebijakan dan atau praktik yang tidak compliance dengan kemanusiaan dan perdamaian. Isinya adalah pernyataan atau penjelasan berbasis pengalaman pahit sebagai korban. Penjelasan korban ini sebagai pintu masuk diskusi selama konferensi berlangsung.
“Testimoni tersebut rencananya akan disampaikan antara lain oleh korban kasus Ahmadiyah Kuningan, kasus Agama Kaharingan di Kalimantan Tengah, dan kasus Agama Sunda Wiwitan, Jawa Barat,” ujarnya.
Kedua, presentasi: pemaparan makalah hasil penelitian para peneliti nasional dan internasional yang konsen dengan tema konferensi sesuai dengan sudut pandang keilmuan masing-masing. Panitia AICIS 2023 mengundang para akademisi untuk mengirimkan makalahnya. Pendaftaran makalah dibuka mulai 24 Maret – 10 April 2023.
Ada 10 sub tema yang akan dibahas bersama melalui makalah para akademisi, yaitu: 1) Rethinking Fiqh for non-violent religious practices; 2) Recounting Fiqh for Religious Harmony; 3) Dynamic Interaction between Fiqh and Public Policy; 4) Digital Humanity and Islamic Law; 5) Maqashid al-Syariah as a reference and framework of Fiqh for Humanity; 6) Fiqh and Contested Authorities: Between Conservatism and Progressivism; 7) Global Citizenship and Contemporary Fiqh; 8) Fiqh in Business Ethics Construction for Sustainable Economic; 9) The Fiqh Literacy for Gender, Minority Groups and Disability Issues; 10) Fiqh Education: Lessons Learned from Pesantren.
“Ketiga, rekomendasi. Ini merupakan kristalisasi dari pokok-pokok pikiran yang berkembang selama konferensi yang dinilai relevan sebagai masukan untuk fiqh kemanusiaan dan perdamaian,” tandasnya.