Oleh Citra Salsabila
Pegiat Literasi
Di Jawa Barat sendiri masih terkategori tinggi dalam kasus kekerasan terhadap anak. Mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga perdagangan anak.
Anak merupakan anugerah dari Sang Pencipta bagi setiap pasangan yang telah menikah. Ada kebahagiaan tersendiri ketika Allah SWT. mengkaruniakannya. Anak pun adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Maka, perlu dipenuhi hak-haknya sesuai fitrahnya.
Sayangnya, keamanan lingkungan bagi anak-anak kurang maksimal, terutama di area masyarakat dan sekolah yang menjadi lingkungan bermainnya. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, daerah Kuningan, Jawa Barat, masih banyak terjadi kekerasan pada anak di rumah atau pun sekolah. Tak kurang dari 20 kasus yang diketahui hingga Juni 2022. Padahal, Kuningan dinobatkan sebagai Kota Layak Anak, tetapi ancaman kekerasan pada anak masih terus berulang.
Ataupun yang terjadi di daerah Kabupaten Cirebon. Adanya tindakan kekerasan pada anak angkat yang dilakukan seorang ibu berinisial AM (42). Dimana pelaku melakukan pemukulan di kepala, tangan hingga menyundutkan bara api dari dupa ke telapak tangan, yang menyebabkan sejumlah luka di bagian tubuh korban. Korban masih berusia kurang lebih 5 tahun. Kini pelaku sudah diamankan oleh Satreskrim Polresta Cirebon, dan korban sudah bertemu dengan ibu kandungnya. (Suararcirebon.com, 01/10/2022).
Walhasil, daerah Jawa Barat masih terkategori tinggi dalam kasus kekerasan terhadap anak. Mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga perdagangan anak. Ini tentu menjadikan lingkungan anak-anak tidak aman, dan perlu solusi yang akurat untuk menghentikannya.
Akar Permasalahan
Dilansir dari Timesindonesia.co.id, menurut Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat, Atalia Praratya Kamil mengungkapkan bahwa maraknya kekerasan pada anak disebabkan faktor ekonomi, atau pun tidak taatnya anak-anak kepada guru jika terjadi di lingkungan sekolah. Tercatat periode Januari-Agustus 2022, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat mencatat telah ada 420 laporan terkait kekerasan pada anak, (07/10/2022).
Tentu ini menjadi perhatian bersama bagi masyarakat dan pemerintah. Karena menjadikan lingkungan yang kondusif bagi anak sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Salah satunya, dari Kementerian Agama (Kemenag) akan memberikan sanksi kepada pihak sekolah jika terbukti bersalah. Hal ini tercantum dalam pasal 19 Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama yang telah ditandatangani Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022.
Isinya berupa sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, penghentian bantuan, pembekuan izin, hingga pencabutan tanda daftar satuan pendidikan. Dimana sanksi administratif dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Adapun pencegahannya berupa sosialisasi, pembelajaran, penguatan tata kelola, penguatan budaya, dan kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan. Atau pun pemerintah akan bekerja sama dengan stakeholder dan pihak-pihak yang peduli terhadap kasus ini, (Kompas.com, 14/10/2022).
Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa penyelesaian tidak cukup memberikan sanksi administratif atau pun pidana. Tetapi harus diberikan sanksi tegas, agar jera dan tidak terulang kembali. Seperti hukuman pidana yang seberat-beratnya, tanpa memandang siapa yang melakukan. Atau diasingkan ke suatu wilayah tanpa diberikan kebutuhan pokoknya atau dikucilkan dari tengah masyarakat.
Mengamati pokok permasalahannya, agar bisa dihilangkan dari akar permasalahannya. Sebab, anak-anak yang datang dari keluarga rapuh, kurang kasih sayang, bahkan dari keluarga kurang mampu, bisa jadi rawan menjadi korban kekerasan atau kejahatan, sehingga perlu edukasi kepada orang tua untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Selain itu, jika ditelaah lebih dalam, akar permasalahan dari kekerasan anak tidak lepas dari kegagalan negara (pemerintah) dalam melindungi hak rakyatnya. Ya, pemerintah masih gagal dalam mengayomi dan menjamin keamanan bagi anak-anak. Karena tak cukup hanya sebatas kebijakan saja, tetapi harus turun langsung dalam menghentikan kasus ini.
Tak hanya itu, aturan yang berlaku pun masih berubah-ubah, tergantung kasus yang terjadi. Karena buatan manusia selalu diperlukan analisisnya. Sehingga, kasus berbeda, maka kemungkinan besar akan mengubah kebijakan yang sudah ada. Atau pun ada perbaharuan untuk menindak peristiwa yang terjadi.
Lebih dari itu, persoalan ini pun diakibatkan lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam, karena dipahaminya sebatas ritual. Wajar, jika tidak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup sehingga mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam kemaksiatan. Maka, permasalahan ini tak bisa dianggap remeh, karena tetap harus diselesaikan dari interaksi anaknya.
Akhirnya, perlu dituntaskan dari aturan yang diberlakukan. Harus didasari dari asas yang kuat, yang tak goyah, dan sesuai dengan fitrah manusia. Karena, saat ini diatur berdasarkan sistem sekuler yang mengusung liberalisme. Terbukti melahirkan maraknya kejahatan terhadap anak, dan anak menjadi tidak aman.
Kini, sudah selayaknya membuang jauh-jauh aturan sekuler ini dari kehidupan umat yang mayoritas muslim ini. Demikian halnya, merupakan mimpi ketika mengharapkan negara untuk memfungsikan dirinya sebagai pengayom dan pelindung anak-anak, selama masih menerapkan aturan yang sekuler.
Islam Menghentikan Kekerasan Anak
Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna. Kehadirannya akan memberikan rahmat bagi seluruh alam, dan akan menuntaskan persoalan hidup manusia sesuai dengan fitrahnya. Sebab aturannya berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT.
Dalam Islam, pemerintah berkewajiban mengayomi semua kebutuhan rakyatnya, tanpa terkecuali. Karena, mereka diamanahi sebagai pelayan bagi rakyatnya. Sehingga, bisa dilakukan di level masyarakat, setiap anggotanya berkewajiban untuk saling amar makruf nahi mungkar dan ta’awun bil birri wa taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan), termasuk saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat dan juga saling menjamin rasa aman lingkungan. Ini karena Islam sangat memperhatikan kesehatan masyarakat.
Sedangkan negara, ia adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas rakyatnya, individu per individu. Sebagai pemimpin kaum muslim, kepala negara harus melindungi rakyatnya dari segala mara bahaya. Sebab, kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban di hari kiamat atas amanah kepemimpinannya itu.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam adalah raa’in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR Bukhari).