BLT BBM Bukan Solusi Tepat Atasi Dampak Kenaikan Harga

Pewarta : Agus Maulani | Editor : Nurul Ikhsan

Kuninganpos.com – Aktivis IMM Kuningan, Fatimah Azzahra menilai pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi dampak dimasyarakat.

BLT BBM tidak akan berpengaruh atau berdampak yang begitu berarti untuk mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat. Apalagi penyaluran banyak tidak tepat sasaran sehingga bantuan ini rawan dikorupsi mulai dari level daerah hingga pusat.

“Kalau menurut saya sifat BLT itu hanya sementara, misalnya dibagikan sebanyak apapun akan cepat habis. Sedangkan kalau kenaikan BBM jangkanya panjang, menurut saya tidak ada pengaruhnya,” ujar Fatimah Azzahra yang ikut demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten Kuningan, Jumat (9/9/2022).

Menurut Fatimah, kalau BBM naik dampak bagi masyarakat semakin terjerat ditengah kondisi ekonomi yang belum stabil pasca Covid 19.

“Bantuan dari pemerintah itu sifatnya akan cepat habis, sedangkan BBM sifatnya bukan seminggu dua minggu. Entah sampai kapan kenaikannya, jadi menurut saya BLT dalam rangka mengurangi pengaruh kenaikan BBM bukan solusi yang tepat bagi masyarakat,” kata Fatimah.

Penyuplaian bantuan yang tidak tepat sasaran, diungkapkan Fatimah, ini menjadi perhatiannya melalui gerakan IMM bagi – bagi sembako. Pada nyatanya masih ada masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan, justru malah tidak mendapat bantuan apapun dari pemerintah.

“Bagi saya kalau memang ada bantuan untuk mengurangi beban masyarakat dampak dari kenaikan BBM seharusnya bisa lebih tepat sasaran. Solusinya diharapkan pemerintah lebih detail melakukan pendataan masyarakat yang layak mendapatkan bantuan tersebut,” ujarnya.

Alangkah baiknya, jelas Fatimah, pemerintah harus blusukan langsung pada masyarakat. Jadi blusukannya jangan hanya minta data dari pemerintahan desa.

“Kasus di Kuningan ini sangat banyak yang harus menjadi fokus dewan dan pemerintah untuk ditindaklanjuti diantaranya kemiskinan ekstrem, kasus asusila dan kinerja yang seharusnya bisa mewujudkan Mandiri, Agamis dan Pinunjul. Pada hasilnya bukan Mandiri, Agamis dan Pinunjul, akan tetapi menjadikan Kuningan Miskin, Agamis dan Pinunjul. Diganti miskin, karena memang kenyataannya seperti itu,” kata dia.

By Agus Maulani

Tinggalkan Balasan

Berita Menarik Lainnya