Ketua PWI Kuningan Prihatin Kasus Kekerasan Pada Anak Masih Terjadi

Pewarta : Jamaludin Al Afghani | Editor : Nurul Ikhsan

Kuninganpos.com – Tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Kuningan kembali terjadi dan angkanya kerap meningkat. Hal tersebut berbanding terbalik dengan raihan penghargaan Kabupaten Layak Anak.

Ketua PWI Kuningan, Nunung Khazanah, mengaku sedih dan miris dengan fenomena kekerasan dan pelecehan terhadap anak yang kasusnya sangat sering terjadi. Berdasarkan data di Unit PPA saja, selama tahun 2022 (sampai bulan Juni), ada 20 kasus pelecehan terhadap perempuan dan anak.

“Itu baru yang berani melapor. Di tambah baru beberapa hari lalu ada yang ditangkap pihak kepolisian, dua pelaku sekaligus menggilir anak perempuan di bawah umur. Belum lagi kasus tahun sebelumnya, yang belum terselesaikan. Berarti ada penambahan kasus, bukan pengurangan,” ujarnya.

Nunung mempertanyakan dengan penghargaan yang diterima Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Layak Anak. Ironisnya, enam kali berturut-turut selama enam tahun.

Munculnya (sering) pelecehan seksual kepada perempuan dan anak sepertinya diabaikan. Indikator Penghargaan yang diberikan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI itu, hanya sebatas administrasi dan sinergitas antar lembaga, bangunan fisik, bukan pada output dari sebuah program.

Dijelaskannya, salah satu indikatornya, yaitu sistem pembangunan daerah yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan pemenuhan hak-hak anak.

“Hak-hak anak yang mana?, psikologis anak-anak saja sudah terganggu. Belum lagi, hak untuk menggapai cita-cita yang mereka impikan. Ketika sudah dilecehkan secara seksual, hak mereka sudah terampas. Belum lagi kegilaan terhadap gadget yang menjadi salah satu faktor pelaku dalam melampiaskan kebejatan moralnya,” paparnya.

Ia berharap banyak, jangan jadikan penghargaan Kabupaten Layak Anak sebagai indikator untuk menutupi kekurangan terhadap masalah yang sangat kompleks, dan terancam sebagai fenomena gunung es.

“Pemerintah harusnya malu, ketika diberi penghargaan, tapi anak-anak dan perempuan di pelosok-pelosok desa sana banyak yang dilecehkan. Pihak kementrian sendiri harus mengevaluasi dan merevisi capaian-capaian indikatornya,” pungkasnya.

By Jamaludin Al Afghani

Tinggalkan Balasan

Berita Menarik Lainnya