Curah Hujan Tinggi, Mitigasi Bencana Tak Bisa Diabaikan


Oleh: Nurul Ikhsan
Pemimpin Redaksi Kuninganpos

Masyarakat harus diberikan pemahaman fungsi manajemen kebencanaan, kongkrit mitigasi bencana, skenario evakuasi yang dilakukan saat terjadi bencana, penanganan yang cepat kepada korban, pemetaan bencana hingga koordinasi kebencanaan.

Sedia payung setelah hujan. Peribahasa ini tentunya tidak tepat, namun cukup menggambarkan kondisi yang terjadi dalam sepekan ini, dimana dibeberapa lokasi di wilayah Kabupaten Kuningan terjadi bencana alam akibat curah hujan yang tinggi. Bencana alam tersebut meliputi banjir, longsoran tanah dan pergerakan tanah.

Sikap menggampangkan acap kali dengan sadar sering kita lakukan. Kumaha engke bae lah, jigana hujan leutik iyeuh, moal sampe aya kajadian bencana. Fakta yang terjadi seringkali bencana alam terjadi, seperti tanah longsor dan banjir. Tak sedikit infrastruktur hancur, bahkan warga mengalami luka-luka hingga meninggal dunia. Akibat bencana alam kita harus kehilangan harta benda, hancurnya infrastruktur jalan dan jembatan, sawah dan ladang yang terendam banjir dan longsor, hingga kehilangan orang-orang tercinta. Bencana alam yang sering terjadi selalu saja meninggalkan duka.

Sejak kemarin sore hingga malam hari, Minggu (13/3/2022), hujan turun sangat deras. Di aliran sungai Cisanggarung terjadi banjir besar. Saking besarnya banjir, air sampai di atas jembatan yang menjadi satu-satunya jalan akses penghubung kelima desa antara lain Desa Mekarsari, Desa Galaherang, Desa Garahaji, Desa Cipakem dan Desa Giriwaringin ke desa terdekat seperti Desa Cinagara dan Desa Maleber, praktis lumpuh tidak bisa dilalui. Banjir disepanjang aliran sungai Cisanggarung juga telah menenggelamkan ratusan hektar sawah milik warga.

Banjir besar di aliran sungai Cisanggarung melumpuhkan akses jalan utama penghubung di Desa Mekarsari, Kecamatan Maleber.

Tanah longsor juga terjadi di Kampung Muhara Desa Mekarsari, dan di Dusun Babakan Lor Desa Galaherang. Kedua desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Maleber. Buruknya drainase juga jadi penyebab banjir memasuki rumah warga di beberapa desa di Kecamatan Maleber. Beberapa ruas jalan utama ikut terendam banjir. Tidak sedikit kendaraan roda dua mengalami mati mesin karena terendam banjir.

Tanah longsor di Dusun Babakan Lor, Desa Galaherang, Kecamatan Maleber. FOTO: Kuninganpos/Haerudin Paing.

Bencana alam juga terjadi di beberapa desa di Kabupaten Kuningan, seperti di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciwaru. Senin pagi (14/3/2022), satu unit alat berat diturunkan untuk membersihkan longsoran tanah yang menutup jalan utama desa.

Tanah tebing longsor juga terjadi di jalan akses Cipasung-Subang di Blok Luluk (Gase) Desa Padahurip, Kecamatan Selajambe. Longsoran tanah disertai rumpun bambu yang ikut longsor menutup badan jalan utama. Praktis akses jalan tersebut tidak bisa dilalui kendaraan. Warga dan relawan bergotong royong memindahkan material batu dan tanah yang menutupi jalan.

Penanganan yang cepat longsoran yang terjadi di ruas jalan Cipasung-Subang di Desa Padahurip, Kecamatan Selajambe. FOTO: Kuninganpos/Teddy Bisma.

Data kejadian bencana yang dihimpun oleh Pusdalops PB BPBD Kuningan sampai pukul 21.00 WIB semalam, menyebutkan telah terjadi banjir, tanah longsor dan pergerakan tanah, antara lain banjir terjadi di Desa Babatan Kecamatan Darma, Desa Langseb Kecamatan Lebakwangi, Desa Baok Kecamatan Ciwaru, dan di Desa Maleber Kecamatan Maleber. Tanah longsor di Desa Padahurip Kecamatan Selajambe, dan pergerakan tanah di Desa Jambe Rama Kecamatan Selajambe. Kantor Berita Kuningan (KBK) terus memantau data update terjadinya bencana akibat curah hujan yang tinggi di Kabupaten Kuningan.

Intensitas hujan diperkirakan masih akan turun beberapa pekan kedepan. Tentunya segala upaya harus dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya oleh pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam rangka usaha-usaha mitigasi bencana. Terus berulangnya bencan alam yang terjadi seharusnya semua pihak bisa belajar dan memetakan bencana. Setidaknya masyarakat harus diberikan pemahaman tentang fungsi manajemen kebencanaan, kongkrit program mitigasi bencana, skenario evakuasi yang dilakukan saat terjadi bencana, penanganan yang cepat kepada korban, pemetaan bencana hingga koordinasi kebencanaan.

Synergreen Indonesia dalam rilisnya menyebutkan, seringnya terjadi bencana akibat daya dukung lingkungan yang terus terdegradasi. Synergreen Indonesia mencontohkan banyaknya terjadi alih fungsi lahan, seperti pembabatan hutan tanpa reboisasi, wilayah resapan air menjadi bangunan komersial atau hunian, rendahnya pemeliharaan dan kajian kelayakan bangunan seperti tebing di pinggir jalan yang berpotensi longsor, dan kelayakan pakai bangunan jembatan. Peta bencana yang sudah dibuat pun belum secara detail menggambarkan kondisi di lapangan. Bahkan data dan peta kebencanaan sering kali tidak di update dan disosialisasikan. Masyarakat benar-benar buta dengan informasi kebencanaan di wilayahnya sendiri.

Terpenting lagi, dijelaskan Synergreen Indonesia bahwa masyarakat khususnya di desa tidak diberikan pemahaman tentang pentingnya mitigasi bencana. Saat terjadi bencana, masyarakat seperti tidak siap apa yang harus dilakukan, harus kemana berkoordinasi dan mencari bantuan. Waktu sangat penting saat terjadi bencana, jika terlambat penanganan evakuasi penyelamatan bisa mengakibatkan korban meninggal dunia. Dengan mitigasi bencana, dampak kerugian material dan korban bisa terminimalisir.

By Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Berita Menarik Lainnya