Bedah Buku Tetirah Sang Pencerah: Mengupas Perjalanan Politik Nuzul Rachdy

Di dalam buku tersebut, lanjut Nuzul, utamanya adalah membedah wawasan kebangsaan dan pengalaman di politik, termasuk diantaranya mengenai kasus diksi limbah dan mencoba meluruskan.

Kuninganpos.com, Cilimus – Buku ‘Tetirah Sang Pencerah’ karya Nuzul Rachdy disebut mengungkap perjalanan politik dan mengulas kisah saat terjerat kasus diksi limbah.

Buku tersebut diterbitkan oleh Yayasan Kampung Bahasa Bloombank yang beralamat di Jalan Jaya Makmur, KDW, Ciracas, Jakarta Timur.

Buku Tetirah Sang Pencerah. FOTO: Kuninganpos.com/Agus Maulani.

Hal itu terungkap saat dilakukan bedah buku di akhir pekan kemarin yang dihadiri elemen masyarakat di kawasan wisata Woodland, Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan.

Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. I Gede Pantja Astawa, SH, MH dalam buku Tetirah Sang Pencerah mengatakan, sebagaimana lazimnya perjalanan seseorang banyak hal yang dapat dipelajari.

“Menurut kami autobiografi Nuzul Rachdy dapat memberikan kontribusi positif atau manfaat bagi pembaca,” ujar I Gede Pantja Astawa.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan Nuzul Rachdy mengatakan, secara kebetulan bedah buku ini bertepatan pada momentum ulang tahun.

Penulis Buku Buku Tetirah Sang Pencerah, Nuzul Rachdy. FOTO: Kuninganpos.com/Agus Maulani.

“Saya buat buku ini satu tahun yang lalu, bertepatan pada ulang tahun launching-nya. Pada saat itu, buku ini diproses karena saya belum terlalu percaya diri untuk menyebarkan buku ini karena pada saat itu masih dalam situasi masa transisi dan menjalani proses PTUN,” ujar Nuzul Rachdy yang menulis buku Tetirah Sang Pencerah.

Diungkapkan Nuzul, waktu itu posisinya masih terombang-ambing antara bisa bertahan dan tidak bertahan sebagai Ketua DPRD Kuningan, karena saat itu akan menghadapi sidang dua bulan sebelum putusan PTUN.

“Dua bulan setelah PTUN dan gugatannya dimenangkan oleh saya, namun pada saat itu belum percaya diri karena takut dianggap oleh masyarakat sombong, takabur atau apa. Jadi belum berani menyebarkan, dalam tiga bulan terakhir kami diundang oleh elemen masyarakat diantaranya HMI, GMNI, IMM, PMII dan ormas lainnya. Disitulah mendapat masukan agar saya menerbitkan buku dan membedahnya,” kata Nuzul.

Di dalam buku tersebut, lanjut Nuzul, utamanya adalah membedah wawasan kebangsaan dan pengalaman di politik, termasuk diantaranya mengenai kasus diksi limbah dan mencoba meluruskan.

“Tidak menyalahkan siapa-siapa karena bagi saya kasus diksi limbah merupakan suatu pembelajaran untuk semua orang termasuk para pejabat. Dimana dalam menyampaikan pernyataan harus lebih berhati-hati, apalagi di zaman digital dapat menjadikan tafsir yang berbeda-beda,” ujarnya.

Para pengambil keputusan, dikatakan Nuzul, harus adil dan masyarakat bebas mengambil keputusan karena dilindungi undang-undang. Jadi jangan memaksakan kehendak, di kasus diksi limbah terlalu banyak pihak yang memaksakan.

“Wartawan juga harus bertanggung jawab terhadap pemberitaan, jangan sampai berita ini menjadi sebuah konflik horizontal. Ini merupakan suatu pembelajaran. Setelah kami diskusikan buku ini dengan beberapa elemen masyarakat, mereka memberi masukan agar diadakan bedah buku Tetirah Sang Pencerah, makanya saya mengadakan bedah buku ini bertepatan dengan hari ulang tahun saya,” katanya.

By Agus Maulani

Tinggalkan Balasan

Berita Menarik Lainnya