Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Jamaludin Al Afghani
Kuninganpos.com, Cirebon – Momentum milangkala Kuningan ke 523 Tahun yang diperingati setiap 1 September, Ikatan Mahasiswa Kuningan (IMK) wilayah Cirebon menggelar diskusi bedah buku berjudul Kiai dan Gerakan Sosial Kiai Hasan Lengkong, Minggu (5/8/2021) lalu. Buku tersebut dibedah oleh penulisnya langsung, Agus Kusman MA.
Dimulai pukul 15.00-17.30 WIB, bedah buku dilaksanakan secara luring bertempat di sekretariat IMK Cirebon di Perum Puri Taman Sari Blok C/24, Majasem, Cirebon, diikuti anggota IMK sebanyak 20 orang. Secara daring, bedah buku juga disiarkan di kanal Youtube IMK Cirebon.
Terbitnya buku pertama yang ditulis oleh pria kelahiran Kuningan, Agus Kusman MA, awalnya untuk memenuhi tugas akhir saat ia menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Menurut Agus Kusman, karya buku yang ditulisnya diharapkan menjadi triger dan memotivasi mahasiswa pentingnya mencipta sebuah karya intelektual.
Dikatakan Agus, menulis buku adalah wujud pencapaian karya bagi insan akademika. Selain buku yang ia tulis sebagai bentuk sumbangsih pemikiran dalam memperkaya khazanah literasi, khususnya keilmuan, pemikiran, tauladan dan semangat perjuangan dari sosok ulama kharismatik, Kiai Hasan Maolani, Lengkong, Kuningan yang ia jadikan sebagai objek penelitian di buku yang ditulisnya.
“Sepak terjang Kiai Hasan Maolani sampai saat ini memang belum banyak diteliti, padahal beliau merupakan orang yang dianggap berpengaruh oleh Belanda,” tutur Agus Kusman yang juga pernah menjabat Sekretaris Umum IMK Periode 2016-2017.
Menurut Agus Kusman, pengaruh tersebut dianggap sebagai karisma yang dimiliki Kiai Hasan Maolani. Perjalanan dan pengalaman panjang Kiai Hasan Maolani menimba ilmu di banyak pesantren, dirasa cukup bagi Kiai Hasan Maolani mendirikan Pesantren Lengkong, dan gerakan Tarekat Syataraiyyah. Pesantren yang didirikan, tidak hanya tempat menuntut ilmu, menempa mental, mencetak kader dan syiar Islam, juga sebagai basis perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda.
Di tulis Agus, salah satu faktor penyebab besarnya pengaruh sosok Kiai Hasan Maolani, dipicu terjadinya disintegrasi politik kekuasaan pada saat masa kolonialisme Belanda di wilayah Kuningan. Agus mencontohkan, jabatan seperti Bupati dianggap di bawah kendali dan pengaruh besar pemerintahan Belanda.
Adanya pungutan pajak dan upeti yang harus disetor oleh rakyat, seperti upeti hasil pertanian, menurut Agus sebagai bentuk penindasan rakyat. Kondisi saat itu kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan pribumi pun semakin meluntur. Di waktu yang sama, Kiai Hasan Maolani berhasil meningkatkan pengaruhnya. Kiai Hasan dijadikan sandaran, pemimpin perjuangan, tempat rakyat mengadu berkeluh kesah menghadapi penjajahan. Dari sanalah pengikut Kiai Hasan terus meningkat pesat. Bahkan, setiap hari rakyat berkumpul di pesantrennya bisa lebih dari 300 orang.
Besarnya pengaruh Kiai Hasan membuat gerah Belanda. Dengan cara paksa, Kiai Hasan ditangkap dan diasingkan ke Kampung Jawa Tondano di Manado, Sulawesi. Di tempat pengasingannya, Kiai Hasan terkenal dengan panggilan Eyang Manado.
“Hal tersebut diketahui dari surat pengasingan Kiai Hasan Maolani kepada keluarganya yang di Kuningan, makanya dalam penulisan saya menggunakan kerangka teori yang dirumuskan oleh Neil J Smelser bahwa setiap terjadinya gerakan sosial terjadi enam faktor, diantaranya kondusifitas struktural, ketegangan sosial, pertumbuhan dan penyebaran keyakinan umum, faktor-faktor pencetus, mobilisasi untuk melakukan aksi, dan pengoperasian kontrol sosial. Padahal tinggal tahapan akhir saja tapi beliau keburu diasingkan ke Manado,” tulis Agus dalam bukunya.
Di tegaskan Ketua Umum IMK, Yayat Hidayatulloh, Kiai Hasan Maolani sosok pejuang yang menggunakan metode penyebaran paham atas perlawanan terhadap penjajah Belanda.
“Perjuangan Kiai Hasan patut diapresiasi oleh kita selaku warga Kuningan. Begitu pun sang penulis yang patut diteladani, bahwasannya kita sebagai manusia harus senantiasa berkarya setidaknya dalam tulisan sehingga kita tidak lenyap dalam sejarah,” tegas Yayat.
Di akhir diskusi bedah buku, Agus Kusman memberikan motivasi kepada peserta agar senantiasa bisa berkontribusi terhadap masyarakat. Ia juga mendorong IMK terus menciptakan kader-kader terbaik, dan menghasilkan karya dan prestasi gemilang. (Nuris)