Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Heri Taufik
Kuninganpos.com, Maleber – Kuningan kesohor dengan makanan tradisional khas tanah pasundan. Salah satu kuliner jagoan kota kuda ini adalah peuyeum ketan.
Tape ketan ini banyak diburu penikmat kuliner yang datang ke Kuningan. Kuliner jagoan yang tak kalah enak lainnya yaitu ragam jenis olahan makanan dengan banyak cita rasa, olahan minuman antara lain Jeniper (jeruk nipis peras) dan syrup buah Markisa. Semua toko oleh-oleh yang tersebar di Kuningan dipastikan menjual peuyeum ketan yang dikemas dalam ember dan wadah kemasan lain dalam berbagai ukuran.

BACA JUGA : Pemerintah Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional dengan Bangkitkan UMKM
Khas dari tape ketan ini dibungkus di daun buah jambu air, dengan rasa manis dan tekstur lembut, enak disajikan disemua suasana. Tape ketan bisa bertahan lebih dari satu minggu, bahkan bisa bertahan lebih lama hingga satu bulan jika disimpan dalam mesin pendingin. Enak dimakan bersama keluarga dan orang-orang terkasih.
Banyak merek tape ketan yang dijual. Hampir semua produk tape ketan yang dijual di toko oleh-oleh dipasok dari Desa Tarikolot, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cibeureum yang terletak di timur wilayah Kuningan ini dikenal sebagai sentra produksi tape ketan.

BACA JUGA : Program Patriot Desa Dorong Optimalkan Desa Kelola Bumdes
Kali ini Kuninganpos.com tertarik dengan produksi tape ketan hasil olahan tangan Bi Mumun, warga Desa Maleber, Kecamatan Maleber. Peuyeum ketan Bi Mumun memang belum tersohor, karena selama lebih dari 20 tahun memproduksi tape ketan, ia tidak menggunakan label produk tape ketan yang dijualnya.
Bi Mumun hanya memproduksi tape ketan sesuai pesanan saja. Pelanggannya di dominasi warga desa Meleber yang tinggal di perantauan, serta warga di sekitar wilayah kecamatan Maleber, Lebakwangi, Garawangi, Purwasari, dan Kuningan kota.

BACA JUGA : Diskopdagperin Launching Bank Data UMKM Melalui Aplikasi Si Badu MiRakyat
Soal rasa, tape olahan perempuan bernama lengkap Mumun Maemunah ini tidak diragukan lagi. Tape ketan yang ia produksi tak kalah enaknya dengan tape dari wilayah Cibeureum. Bahkan saat beberapa kali melahap tape Bi Mumun seperti ada rasa dan sensasi beda menikmati tape yang sebenarnya tape. Tape Bi Mumun lebih enak, lebih manis, dengan tekstur tape yang lembut dan legit dengan rasa manis yang pas di lidah.

Saat Kuninganpos.com mengunjungi rumah yang juga tempat produksi tapenya, Minggu (1/8/2021), diceritakan Bi Mumun, ilmu membuat tape yang ia produksi berawal dari membantu mertua saat mertuanya membuat tape 20 tahun yang lalu. Hanya saja, tape yang diproduksi hingga saat ini masih belum berkembang pesat, yang menurut Bi Mumun karena ada kendala, antara lain dukungan modal biaya dan kesediaan bahan baku daun jambu. Terkadang hasil olahan tape ketan tidak tersedia (ready stock).

Kendala modal biaya dan bahan baku produksi
Selama ini produksi tape ketan masih sebatas memenuhi pesanan. Pengembangan usaha tape ketan Bi Mumun masih terkendala dengan terbatasnya dukungan modal biaya. Jika modal biaya memadai, kapasitas produksi usaha tape ketan bisa lebih banyak, dengan tujuan bisa dimasukan ke toko oleh-oleh dan mitra pemasaran produk tapenya.

Modal yang dibutuhkan, menurut Bi Mumun untuk dipakai menambah kapasitas produksi dengan membeli bahan baku produksi lebih banyak, menyediakan kemasan produk, menambah tenaga kerja, dan mencetak label produk.
Selain terbatasnya modal, kendala lain adalah bahan baku daun jambu. Dikatakan Bi Mumun, daun jambu saat ini cukup sulit didapat. Jika pun ada jumlahnya tidak banyak. Daun jambu ia beli dari warga desa yang mempunyai pohon jambu.
”Saya terkendala bahan baku daun jambu. Jika permintaan banyak terkadang daun jambu sulit didapat. Saya harus keliling daerah di desa lain mencari daun jambu. Kalau bahan baku beras ketan, ragi dan lainnya tidak sulit karena banyak dijual di pasar. Saya masih mencari pemasok daun jambu agar kedepannya tidak khawatir berhenti produski karena tidak ada daun jambu,” ungkapnya.
Bertahan usaha di tengah pandemi
Bagi pelaku usaha kecil seperti Bi Mumun, adanya pandemi saat ini jelas menghantam usaha yang dirintisnya. Salah satu dampak yang dirasakan antara lain berkurangnya permintaan tape ketan saat momen lebaran idul fitri dan idul adha lalu.

“Sebelum ada pandemi, setiap jelang lebaran biasanya mendapat pesanan minimal 200 ember tape ketan. Pemesan kebanyakan warga yang mudik pulang kampung. Setelah ada pandemi virus Corona, omset usaha peuyeum ketan sangat turun drastis. Saya terbantu dengan jualan kue-kue yang produksi harian. Alhamdulilah ada saja permintaan kue ulang tahun dan beberapa jenis kue lainnya,” tuturnya.
Bi Mumun di bantu salah satu putrinya setiap hari membuat berbagai jenis kue. Produksi kue yang dibuat untuk memenuhi pesanan pelanggannya. Selebihnya dibuat untuk ready stock jika ada pemesan yang membeli mendadak.
Pembinaan usaha
Persoalan modal biaya, bahan baku, promosi dan pemasaran sudah seharusnya lembaga pemerintah terkait antara lain Pemerintah Desa Maleber dan SKPD terkait di Pemkab Kuningan bisa membantu memberi bantuan dan pendampingan tenaga ahli, dengan tujuan usaha tape ketan yang dibangun Bi Mumun dan pelaku usaha UKM lainnya bisa lebih maju dan berkembang.
Apalagi usaha kecil menengah di tengah pandemi sudah seharusnya mendapat apresiasi dan dukungan yang lebih intensif, selain produksi tape ketan Bi Mumun bisa menambah kapasitas produksi tape ketan di Kabupaten Kuningan.
Pemerintah desa khususnya bisa memasukkan program pembinaan dan pemberdayaan pelaku usaha UKM dalam program pembangunan desa sekala prioritas dan berkelanjutan. (NURIS)