Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Heri Taufik
Kuninganpos.com, Maleber – Praktik pengrusakan lingkungan banyak terjadi di kawasan hutan negara khususnya di wilayah Kuningan Timur, antara lain pembalakan pohon Sonokeling (Dalbergia latifolia) secara liar (illegal loging), dan perburuan liar burung dengan cara di tembak.
Pohon Sonokeling yang ditebang liar tersebut banyak dijadikan kayu untuk di perjual belikan secara ilegal. Pohon lain yang banyak diburu untuk dijadikan bahan bonsai adalah pohon Kiserut (Streblus asper) dan Kaliage (Cudrania cochinchinensi).
BACA JUGA : Remaja Usia 15-18 Tahun di Kuningan Siap Divaksin Covid-19
Selain penebangan pohon, juga banyak terjadi perburuan secara masif beberapa jenis burung yang habitat hidupnya di hutan. Bahkan beberapa jenis burung yang hidup di kawasan gunung Kalaban Desa Galaherang terancam hampir punah karena perburuan liar, seperti burung Bultok, Manyar, Kutilang atau biasa warga desa menyebutnya burung Pedet/Cangkurileung, Titiran, Jalak, Tekukur, Pleci, dan beberapa jenis burung lainnya.
Penebangan pohon secara ilegal bahkan dilakukan sendiri oleh warga desa. Sementara perburuan liar habitat burung banyak dilakukan oleh warga desa yang datang dari luar Desa Galaherang.
BACA JUGA : Ikuti Penugasan Kampus Mengajar, Bupati Acep Lepas 28 Dosen dan 168 Mahasiswa Dari Berbagai Perguruan Tinggi
Prihatin dan geram dengan terjadinya pengrusakan alam dan perburuan liar, pengurus Karang Taruna Desa Galaherang, Kecamatan Maleber merespon dan bergerak cepat dengan memberi edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan dan usaha-usaha melestarikan lingkungan hidup, dan membentuk Satgas Lingkungan Hidup Karang Taruna.
Selain memberikan edukasi, pengurus Karang Taruna memasang spanduk berisi himbauan larangan pengrusakan alam dan perburuan penembakan burung secara liar. Spanduk himbauan tersebut dipasang di jalan protokol desa, dan di jalan akses menuju kawasan hutan desa.
BACA JUGA : Remaja Usia 15-18 Tahun di Kuningan Siap Divaksin Covid-19
Menurut Ketua Umum Karang Taruna Desa Galaherang, Jamaludin Al Afghani kepada Kuninganpos.com mengatakan, maraknya pengrusakan lingkungan menurutnya menimbulkan dampak yang buruk dan sangat merugikan. Ditegaskan Gani, ada tiga kelompok makhluk hidup yang merasakan dampak buruk dari kerusakan lingkungan tersebut, yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan.
“Merusak alam dengan menebang pohon tanpa menanam kembali, menembak mati beberapa jenis burung sudah jelas menghancurkan ekologi kawasan hutan, mencipta bencana alam, dan mengancam hilangnya keanekaragaman hayati yang seharusnya kita lindungi dan lestarikan. Pengrusakan alam jelas akan berakibat turunnya daya dukung lingkungan yang akan mengancam masa depan kehidupan masyarakat warga desa,” tandas Gani yang juga mahasiswa Pascasarjana S2 Universitas Kuningan (Uniku) ini.
Dikatakan Gani, Karang Taruna membuka layanan pengaduan jika terjadi pengrusakan alam dan perburuan liar. Selain bergerak sendiri dari tim Satgas Karang Taruna yang dibentuk, laporan yang masuk dari masyarakat selanjutnya akan di respon dan dilakukan pengecekan lokasi. Satgas akan menilai terjadinya kerusakan, selanjutnya memberikan peringatan dan teguran kepada pihak-pihak yang melakukan pembalakan pohon, pengrusakan alam dan perburuan liar.
“Jika ditemukan pengrusakan hutan dan pemburuan liar burung yang sudah benar-benar merusak, kami dari pengurus Karang Taruna tidak segan akan melaporkan kepada pihak berwajib antara lain ke Gakkum KLHK, Perhutani dan ke pihak Kepolisian. Kami ingin hutan di desa kami terlindungi dan lestari. Kami tidak ingin desa kami terjadi bencana alam karena ulah manusia yang merusak alam,” tegas Gani.
Lanjut Gani, secara rutin Satgas Lingkungan Hidup Karang Taruna melakukan patroli untuk memantau jika ada pihak-pihak yang melakukan pengrusakan alam di kawasan hutan desa. Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dengan penglolaan hutan negara dan lembaga penegak hukum di wilayah Kabupaten Kuningan.
Salah satu anggota Satgas Lingkungan Hidup Karang Taruna Desa Galaherang, Anggi Arisondi mengatakan, pembalakan pohon sudah cukup lama terjadi di desanya. Salah satu jenis pohon yang ditebang secara liar antara lain jenis pohon sonokeling. Bahkan jenis pohon sonokeling tersebut terancam hilang dari hutan desa.
“Pembalakan pohon di hutan negara sudah sangat meresahkan. Tahun 2020 lalu ada enam warga desa di Galaherang yang diproses hukum, dan menjalani hukuman karena menebang dan menjual belikan pohon sonokeling secara ilegal,” ungkapnya.
Menurut Anggi, masih adanya pembalakan liar mungkin pengawasan kurang ketat, dan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan masih sangat rendah.
“Dulu hutan negara di desa kami banyak tumbuh pohon sonokeling. Namun, saat ini populasi pohon sonokeling terus menyusut jumlahnya karena pembalakan liar. Kami warga desa mendukung Satgas Lingkungan Hidup Karang Taruna dalam pengawasan pengrusakan alam dan perburuan liar,” tandasnya.
Lanjut Anggi, pengambilan pohon Kiserut dan Kaliyage untuk bahan pohon hias bonsai, karena kedua jenis pohon ini unik. Jika bonsai sudah terbentuk, harga jualnya lumayan tinggi. Kiserut dan Kaliyage banyak diambil di sekitar tebing dalam kawasan hutan. Pohon tersebut diambil dengan cara digali, sementara keberadaan pohon tersebut berfungsi sebagai penahan tanah agar tidak terjadi longsor.
Disampaikan Gani, pihaknya menghimbau kepada masyarakat untuk aktif membantu Karang Taruna dan Pemerintah Desa Galaherang dalam menjaga dan melestarikan hutan desa.
”Merusak lingkungan adalah suatu kejahatan. Mari bersama kita cintai lingkungan agar mampu hidup nyaman, berikan perlakuan terbaik untuk alam agar kita mampu hidup tentram,” pungkasnya. (NURIS)